BAGIAN KE SEMBILAN
Silman Haridhy
BIOGRAFI
ABUYA SYECH H. ABDUL HAMID KAMAL
"Ulama Bersifat Diplomat"
DAYAH RAUDHATUL ULUM
VI.
BLANGPIDIE DAN
KRUENG BATEE
1. Jadwal mengajar dan kuliyah di Krueng
Batee
Pada saat awal
beliau di Krueng Batee, hampir seluruh waktunya digunakan untuk menyampaikan
pelajaran kepada santri dan masyarakat.Jadwal mengajar santri dimulai
sehabis Subuh danberakhir pada pukul 7.30 atau pukul 8.00.Kemudian drah dimulai
lagi pada pukul 10.00 sampai pukul 12.00. Sedangkan drah siang dan sore dimulai
lagi pada pukul 14.00 sampai 16.00.Adapun drah malam dimulai setelah isya
sampai pukul 23.00. Inilah rutinitas Abuya Teungku H. Abdul HamidKamal (begitulah
nama legkap beliau disebut orang setelah pulang dari haji) setiap hari. Jadwal
tersebut ditambah atau diganti dengan kuliyah yang diberikan untuk
masyarakat baik di Krueng Batee maupun di Blangpidie.
Setelah beliau
menikah pada tahun 1951, jadwal tersebut sudah terbagi pula dengan kegiatan
di Blangpidie. Jika di Krueng Batee jadwal kuliyah untuk masyarakat hanya
dilakukan pada setiap malam Rabu di Mesjid Mukhlisin, maka untuk keperluan
masyarakat, misalnya, untuk bertanya atau mendapatkan penjelasan dari suatu
malah yang dihadapi bisa langsung datang kedrah di Dayah Mimbariyah yang terbuka waktu setiap saat.Karena
sebahagian besar waktu beliau telah habis digunakan untukmengajar di Dayah
Mimbariyah, sehingga jadwal kuliyah untuk masyarakat hanya satu malam saja
dalam seminggu yaitu pada malam Rabu.Sedikitnya jadwal kuliyah untuk masyarakat
Krueng Batee karena abu Hamid dapat menerima masyarakat untuk berkunjung
kapan saja serta memberikan penjelasan bukan hanya di bidang agama tetapi
juga memberi nasehat dalam berbagai bidang lainnya.Oleh karena itu, tidaklah
mengherankan jika banyak orang yang dulunya tergolong bangsat (tidak memahami
agama dan boleh disangka juga sedikit nakal dari segi sosial), setelah bertemu
denganbeliau tabiat nakal dan jauh dari agama itu akan berubah menjadi
taat. Pendekatan yang dilakukan beliau terhadap memperbaiki akhlak manusia
sangat mengagumkan. Jika dalam jamuan terdapat orang yang sedikit tidak baik
akhlaknya, beliau memanggil untuk duduk disampingnya. Beliau melayani orang
itu dengan sesungguh hati, misalnya mengangkat dan menyuguhkan sendiri air
untuk tamunya, mengajak tamunya makan bersama dan berbagai macam pelayanan
prima lainnya. Saat dalam jamuan itulah beliau membimbing mereka untuk
percaya dan iman kepada Allah serta berperilaku
yang baik terhadap Allah dan manusia. Kesan yang dibentuk seperti itulah
menarik minat orang untuk mendalami agama dan mengubah prilaku sosialnya.
Kesantunan beliaulah yang menarik orang untuk betah duduk berlama-lama bersama
beliau baik di Dayah maupun di rumah beliau. Begitulah keadaannya.
2. Jadwal kuliah untuk masyarakat
Blangpidie
Di
Blangpidie,Abuya Tgk. H. Syech Abdul Hamid Kamal kegiatannya tergolong padat.
Berbagai kegiatan beliau dimulai setiap Kamis sampai dengan Minggu sore.
Beliau pulang dari Krueng Batee ke Blangpidie pada setiap Kamis sore setelah
ashar, dan baru berangkat kembali dari Blangpidie ke Krueng Batee pada setiap
Minggu sore. Begitulah rutinitas jadwal keberadaan beliau setiap minggu.
Kegiatan beliau di Blangpidie tergolong
sangat padat. Setelah sampai di Blangpidie Kamis sore, beliau bergegas ke Kuta Tinggi, karena pada Kamis malam atau
malam Jumat beliau memberi kuliyah untuk masyarakat di Mesjid Jamik Kuta
Tinggi. Jadwal kuliyah tersebut berlangsung mulai setelah isya sampai
kira-kira pukul 23.00. Hari Jumat pagi beliau membuka pula drah untuk santri
Bustanul Huda di rumah beliau sampai dekat pukul 11.00 siang. Kemudian
bersiap-siap untuk ke masjid jamik Blangpidie karena beliau sebagai khatib
tetap di masjid itu. Selepas Jumat, beliau memberi pula kuliyah kepada kaum
ibu di Dayah Perempuan Bustanul Huda yang berada tepat di depan rumah beliau.
Kuliyah ini sampai dengan ashar. Malam hari atau malam Sabtu melanjutkan pula
kuliyah untuk masyarakat di Mesjid Jamik Baitul Adhiem Blangpidie yang
dimulai setelah isya sampai pukul 23.00.
Adapun jadwal pada hari Sabtu, pagi hari
sekitar pukul 9.00 beliau mengajar kitab fikih, hadis dan tafsir pada kelas
putri di dayah putri Bustanul Huda sampai pukul 11.30. Setelah dhuhur, beliau
mengajar pula (membuka drah) untuk orang dewasa di rumah beliau dan
kadang-kadang mengambil tempat juga di Dayah Perempuan di depan rumah beliau
dengan mata pelajaran pembahasan kitab fikih, tafsir, hadist dan tasauf.
Drah tersebut berakhir ashar. Pada Sabtu malam (malam Minggu) beliau memberi
kuliyah pula di Mesjid Keudee Siblah dan selanjutnya digabung pula dengan
memberi kuliyah kepada masyarakat di Meunasah Jalan Manyang. Pada pagi
Minggu, sekitar pukul 9.00 beliau melanjutkan membuka drah untuk santri putri
di dayah putri Bustanul Huda sampai pukul 12.00 atau dekat dhuhur. Sore hari
setelah shalat Ashar, abuya H. Abdul Hamid Kamal berangkat menuju Krueng Batee
untuk melanjutkan pula kegiatan di daerah tersebut.
Begitulah rutinitas kegiatan beliau
sepanjang minggu, dan itu berlangsung bertahun-tahun. Kegiatan itu mulai
dilakukan sejak beliau ditugaskan ke kemukiman Krueng Batee oleh Abu Syech
Mud pada tahun 1947 sampai dengan tahun 1980 saat ajal menjemput beliau. Begitulah
cara pengabdian beliau untuk masyarakat di daerahnya. Semoga kegiatan yang
dilakukan itu dengan ikhlas menjadi amal ibadah yang baik dan dapat
mengantarkan beliau ke al jannatun naim ….. amin.
3. Berupaya menulis kitab
Tidak banyak yang
tahu bahwa abuya Syech Haji Abdul Hamid Kamal memiliki kemampuan dan berkeinginan
menulis kitab berbahasa arab. Dalam suatu pembicaraan dengan murid-muridnya
yang telah tergolong alim beliau selalu menganjurkan agar mereka dapat
menulis ilmu yang dimiliki dalam bentuk tulisan baik arab ataupun melayu sehingga
ilmu pengetahuannya dapat dipahamioleh masyarakat, bukan hanya saat mereka masih ada, tetapi
juga jauh setelah mereka telah tiada kelak. Beliau selalu menceriterakan tentang
keinginannya untuk menulis kitab dalam bahasa arab dan juga bahasa melayu huruf
arab jawi. Pada saat membangun Dayah Mimbariah dan juga saat membangun Dayah
Radhatul Ulum, beliau berupaya menulis kitab berbahasa arab tentang ushul
fiqh dan juga tarikhul ulum (kitab sejarah). Disamping dua kitab tersebut
beliau juga menulis kita wirid amalan berupa wirid dan doa-doa amalan yang
dipat dibaca dan diamalkan oleh kaum muslimin. Tapi sayangnya tulisan beliau
itu hanya dalam bentuk naskah tulisan tangan saja dan masih dalam bentuk
tulisan draft awal yang belum diedit dan belum diterbitkan untuk dicetak. Walaupun
demikian tulisan beliau itu sudah cukup memadai jumlah halamannya. Rata-rata
tulisa kitab karya beliau itu telah melebihi 50 halaman tulisan tangan pada
kerta folio.
Tidak
terlaksananya penulisan kitab tersebut secara sempurna bisa jadi karena padatnya
jadwal kegiatan beliau. Sepertinya tidak ada hari yang kosong bahkan bukan
hanya pada siang hari, tetapi juga pada malam hari. Boleh jadi karena padatnya
kegiatan itu tulisan beliau dalam bentuk kitab berbahasa arab dan berbahasa
melayu itu tidak terselesaikan secara final.
Setelah beliau
berpulang ke rahmatullah, dalam waktu yang lama orang melupakan tulisan abuya
tersebut. Setelah beberapa tahun kemudian banyak murid-murid beliau teringat
kepada draft tulisan kitab yang ditulis beliau yang pernah dinampakkan kepada
beberapa murid, dicarikan kembali tapi belum ditemukan sampai saat ini.
Kebiasaan menulis
memang dilakoni beliau. Pada saat memberi kuliyah dan ceramah banyak orang
minta agar beliau menuliskan amalan yang dapat dibaca setiap waktu. Dan,
tulisan amalan itu banyak pula yang ditulis beliau dalam buku tulis baik buku
tulis tipis maupun yang agak tebal. Tentu saja untuk mengumpulkan berbagai
tulisan itu kembali setelah tiga puluh enam tahun kemudian akan menemui banyak
halangan. Hambatan itu bukan hanya sulit dikumpulkan karena orang yang
menerima tulisan amalan itupun telah tiada, juga mungkin banyak yang telah rusak.
Abuya sangat
aktif melakanakan pembangunan. Ini salah satu kegiatan beliau menandai pembangunan
masjid Mukhlisin Krueng Batee.
Saat menelaah
kitab kepada muridnya.
Suplemen:
Menghidupkan
Syiar
Di Dayah
Raudhatul Ulum setiap perayaan hari-hari besar Islam dirayakan secara semarak.
Walaupun listrik belum ada, abuya memerintahkan memasang lampu stongkeng
(strom king?) di setiap tempat sehingga
lokasi dayah menjadi terang benderang. Setiap acara di dayah Raudhah
abuya menyuruh pasang lampu dalam jumlah yang banyak, dan masyarakat sekitar
sudah mafhum, enggak haruis diminta mereka sudah membawa lampu strongkeng
dari rumah masing-masing. Sore hari puluhan lampu sudah terpasang di Raudhah
dan masing-masing tempat ada petugas yang menjaganya.
Di Dayah Raudhah perayaan peringatan hari
besar Islam dilaksanakan setiap waktu, dan setiap kegiatan mengundang
penceramah dari luar. Suatuketika pada peringatan Maulid Nabi abuya mengundang
Teungku Muhammad Saleh menantu Abuya Syech H. Hasan Krueng Kalee dan juga
anggota DPR RI saat itu. Khabar p[enceramahnya Teungku M. Saleh berkembang pesat
dalam masyarakat sehingga sejak maghrib Raudhah di penuhi pengunjung. Saat itu
sangat berguna banyaknya lampu stongkeng yang dipasang sehingga masyarakat
dengan leluasa memilih tempat duduk dimana suka. Begitumpula pada berbagai
peringatan lainnya, ada yang didatangkan murid beliau misalnya Teungku Basyah
Teunom yang berdomisili di Bireun, ada Teungku H. Jamaluddin Waly yang tinggal
di Banda Aceh, ada Teungku H. Mustawa dari Labuhan Haji, dan ada pula Teungku Muhammad
Syam Marfaly dari Darussalam.
Para da’i itu
diundang untuk menyampaikan dakwahnya yang bertujuan untuk menambah
pengetahuan masyarakat dan mengajak mereka untuk taat kepada Allah. Dalam masalah
dakwah di Raudhah sangat jarang bahkan hamper tidak ada sama sekali menunjuk
santri senior Raudhah untuk berceramah. Walaupun mereka kemampuan ceramahnya
tidak kalah dengan yang diundang abuya. Santri senior Raudhah lebih banyak diutus
abuya sebagaim pengganti beliau untuk berceramah di berbagai tempat lain.
Suatu waktu Mukim Diwa tokoh masyarakat
Kreung Batee bertanya kepada Abuya, “kenapa
orang Raudhah tidak ditunjuk untuk berceramah di Raudhah, kenapa harus
didatangkan dari luar, pada hal mereka mampu berceramah dengan baik juga
sudah alim” katanya. Abuya dengan santai menjawab, “kita datangkan teungku dari luar sebagai syiar dan dapat memberi
nuansa yang lain. Meningkatkan syiar itu sangat penting sehingga masyarakat
dengan senang datang. Mereka datang karena ada teungku tamu dan pesan dakwah
bisa sampai. Beda dengan teungku sendiri disini, mereka sudah banyak di
dengar berdakwah di berbagai kampong, nuansanya jadi lain” kata beliau.
Nampak syiar dalam berdakwah menjadi penting. Dan, itulah yang dilakukan
abuya. (**)
Abuya Syech H.
Abdul Hamid Kamal. Foto doc. 1973
Komentar
Posting Komentar